Hukum 3 Jenjang oleh Auguste Comte

Auguste Comte atau yang sering disebut sebagai bapak sosiologi merupakan salah satu pencetus teori sosiologi klasik. Comte dijuluki sebagai bapak sosiologi karena dia adalah orang pertama yang mencetuskan sosiologi atau yang dulu disebut sebagai fisika sosial. Di mana menurutnya, sosiologi harus dikaji secara ilmiah.
Comte merupakan salah satu penganut hukum positivisme. Kaum positivis percaya bahwa masyarakat merupakan bagian dari alam, di mana metode-metode penelitian empiris dapat dipergunakan untuk menemukan hukum-hukum sosial kemasyarakatan. Aliran ini tentunya mendapat pengaruh dari kaum empiris dan mereka sangat optimis dengan kemajuan dari revolusi Perancis.
Bagi Comte untuk menciptakan masyarakat yang adil, diperlukan metode positif yang kepastiannya tidak dapat digugat. Metode positif ini mempunyai 4 ciri, yaitu :
  1. Metode ini diarahkan pada fakta-fakta.
  2. Metode ini diarahkan pada perbaikan terus-menerus dari syarat-syarat hidup.
  3. Metode ini berusaha ke arah kepastian.
  4. Metode ini berusaha ke arah kecermatan.
Metode positif juga mempunyai sarana-sarana bantu yaitu pengamatan, perbandingan, eksperimen dan metode historis. Tiga yang pertama itu biasa dilakukan dalam ilmu-ilmu alam, tetapi metode historis khusus berlaku bagi masyarakat yaitu untuk mengungkapkan hukum-hukum yang menguasai perkambangan gagasan-gagasan.
Dalam bukunya yang berjudul “Course de Philosophie Positive”, Comte menyatakan hukum tiga jenjang atau yang sering disebut sebagai hukum perkembangan manusia. Hukum tiga jenjang meliputi:
1.      Jenjang Teologis
Tahap teologis atau yang sering disebut tahap mitos merupakan tahap di mana manusia masih mempercayai hal-hal mistik sehingga mereka tidak menanyakan sebab akibat dari gejala alam yang terjadi di sekitarnya. Misalnya terjadinya pelangi yang mereka anggap merupakan selendang bidadari, terjadinya petir yang dianggap dewa murka, dan lain sebagainya.
Dalam tahap ini Comte membaginya menjadi tiga periode yaitu:
  1. Periode Fetisisme. Kepercayaan bahwa semua benda memiliki kelengkapan kekuatan hidupnya sendiri.
  2. Politeisme. Munculnya anggapan bahwa ada kekuatan-kekuatan yang mengatur kehidupannya atau gejala alam.
  3. Monoteisme. Kepercayaan dewa mulai digantikan dengan yang tunggal, dan puncaknya ditunjukkan adanya Khatolisisme.
2.      Jenjang Metafisik
Tahap metafisik merupakan tahap perpindahan antara tahap teologis ke tahap positif. Tahap ini ditandai oleh suatu kepercayaan akan hukum-hukum alam yang dapat ditemukan dengan akal budi. Jadi dalam masa ini, masyarakat telah menggunakan nalar mereka untuk menentukan logis tidaknya kejadian alam yang ada.

3.      Jenjang Positif
Tahap Positif ditandai oleh kepercayaan akan data empiris sebagai sumber pengetahuan terakhir, tetapi sekali lagi pengetahuan itu sifatnya sementara dan tidak mutlak atau sering disebut dengan dinamis. Di sini menunjukkan bahwa semangat positivisme yang selalu terbuka secara terus menerus terhadap data baru yang terus mengalami pembaharuan dan menunjukkan dinamika yang tinggi. Analisa rasional mengenai data empiris akhirnya akan memungkinkan manusia untuk memperoleh hukum-hukum yang bersifat uniformitas.

sumber: http://magentarosmaya.blog.fisip.uns.ac.id/2012/07/07/auguste-comte-karl-marx-max-weber/

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nama dan Karakter Angry Bird

Profil Band Bring Me The Horizon