Let Me Tell You a Thing
Dulu, ada seorang gadis. Dia tidak
sempurna. Dia pendek, gendut, berkulit hitam bak panci penggorengan. Sampai suatu
hari, dia bertemu seorang pangeran –okay, ralat- seorang kakak kelas yang
tinggi, bersenyum manis, pintar dan ketua OSIS pula. Gadis itu baru berusia 12
tahun ketika mereka pertama bertemu. Namun malang, dia hanya adik kelas yang
cupu dan bau sedangkan sang kakak kelas adalah idola yang dimanja dan dipuja
guru.
Hari itu, dia tak sadar kalau ternyata
dia punya rasa pada pangeran itu. Dia menatap kakak kelas itu seperti melihat
sepatu Valentino seharga 100ribu, tak percaya tapi ada rasa bahagia di sana. Dia
terus tersenyum di deretan bangku belakang sambil bertanya siapa nama pangeran
tampannya. Maklum, saat sang gadis jatuh cinta, belum ada gadget seperti
sekarang, belum ada cabe-cabean atau anak SD dengan body pemain bokep. Di umurnya
yang ke-12 tahun, dia masih benar-benar dirinya. Anak kecil pendek, dengan ikat
rambut dua, kaos kaki setengah betis dan rok di bawah lutut.
Dikejarnya senior itu diam-diam.
Dicarinya nomor telepon pangeran itu. Dimasukinya
ekstra-ekstra pecinta alam, pramuka dan panjat tebing yang ditakutinya, hanya
untuk bisa bersama dengan pria itu. Dia berusaha menjadi yang menonjol di
ekstra itu, menangis semalaman hanya untuk menghapal semaphore atau morse
sialan itu. Berusaha memasang simpul hanya untuk bisa menjadi yang tercepat dan
dilihat oleh pria itu.
Dan ketika dia berhasil menemukan nomor
HP-nya, entah kenapa dia tak berani mengirimi pesan atau sekedar bertanya
mengenai ekstra. Yang entah bagaimana malah hanya berakhir dengan “Aku Ayu,
dari SMA 2.” Yang jelas-jelas bukan dirinya, yang jelas-jelas menipu
pangerannya.
Mereka akhirnya kenal dekat, bertelepon
ria sampai akhirnya dia meminta bertemu di dunia nyata. Sang gadis malu dan
tahu si pria akan pergi begitu saja setelah melihat dirinya yang jauh dari kata
sempurna. Dan benar saja, hal yang ditakutinya terjadi dan dia berakhir dengan
duka lara dan tanpa pesan pagi atau malam dari pangerannya.
Entah bagaimana, setelah itu. Sang gadis
dan sang pria lebih sering dekat. Ketika ujian, kelas mereka berdampingan dan
bersebelahan. Saat, sang gadis ulang tahun, teman sang pria mendorong sang pria
sampai menabrak sang gadis dan dia tersenyum. Senyumnya membuat sang gadis
bahagia dan tak bisa tidur semalaman. Dan senyum itu masih ada sampai dua hari
kemudian, seminggu kemudian bahkan bisa dipastikan akan muncul lagi ketika dia
mengingat kejadian itu setelahnya.
Teman sang pria terus menggoda setiap
sang gadis ada. Membuat sang gadis yang pemalu, jelek, dan badan besar seolah
tak tahu malu , tak berani menatapnya. Begitulah terus hingga….
Sang pria akhirnya pergi dari SMP dan
berubah menjadi siswa SMA. Sang gadis ingin menangis Karena tak bisa bertemu.
Sang gadis yang penakut, ternyata bisa
lolos sampai seleksi nasional dan menjadi terbaik di ekstrannya. Tapi, entah
mengapa ia tak merasa bahagia dan senang akan apa yang dia capai. Saat kepala
sekolah memanggil namanya untuk maju saat upacara, dia sadar. Ternyata pangerannya
ada di sana. Di lantai III. Menjadi murid SMA di yayasan yang sama dan BODOH.
Sang gadis tak mengetahui pangerannya. Dia akhirnya tersenyum sangat bahagia.
Kali ini, perasaannya benar-benar
kentara. Seluruh teman kelas dan teman pangerannya mengetahui siapa gadis itu. Mengejeknya,
menggodanya dan selalu tertawa kecil setiap melihat dirinya.
Dia GILA. Mungkin itu adalah kata yang
dikatakannya. Karena menyukai pria selama tiga tahun meskipun selalu memalukan
dan menjijikkan. Hari itu, ia akhirnya berkaca. Mungkin sang pria memang tak
pernah dan tak akan menyukainya. Dia ingin menangis, tapi dia berjanji tak akan
menangis.
Lalu saat itu, dia berjalah menunduk
dan menabrak seseorang. Sang gadis tenggelam dalam tubuh sang pria, dia mungkin
setinggi 180cm dan sang gadis hanya 155cm. Seseorang itu malah meletakkan tangannya
di sekitar sang gadis seolah memeluknya. Dan ketika dia sadar, ternyata itu
pangerannya.
Sang pria tersenyum, dan berkata, “Maaf
ya. Kamu ga apa?”
Wajah mereka sangat dekat dan sang
gadis hanya menggeleng seperti sapi gila. Sang pria lalu berlari dan sang gadis
hanya bisa tersenyum dan tersipu. Dari sana dia berfikir bisa memperbaiki
semuanya. Menjadi teman dan menjadi lebih dari teman.
Namun, kenyataan sangat tajam, seperti
silet. Setelah “pelukan” tak ada ciuman atau kata cinta dari bibirnya. Yang ada
hanya kabar bahwa sang pria ternyata sudah punya wanita idaman. Wanita yang
jauh cantik darinya. Wanita yang tinggi, putih, langsing, bak model Korea. Sang
gadis jelas kalah telak. Diam-diam dan terus diam. Dia tak pernah mengatakan
atau menulis sakit hatinya.
Memang sejak awal dia sudah kalah,
sudah tak mampu melawan gadis-gadis cantik yang dekat dengan pangerannya. Dia tahu,
membiarkan mungkin akan membuat perasaannya gugur dan mati terpendam selamanya.
~~~~
Sang gadis sudah SMA sekarang. Dia melakukan
banyak perubahan. Dia jadi lebih kurus dan lebih seperti gadis dibanding dulu. Dia
masih menyukai prianya. Tapi tak ada banyak hal yang bisa dibicarakan.
Sang gadis memang tak pantas untuk pria
mana saja yang dia inginkan.
Sang burung yang patah hati, sudah tak
bisa terbang. Dia tersangkut di dahan berduri, tanpa ada penyelamat dari sakit
hati. Dia menahan sakit sendiri, tapi tak apa. Katanya setiap hari.
Dia bukan haus dicintai, hanya sedang
patah hati.
Dihitungnya setiap waktu dan berapa
jumlah perasaan yang sudah hilang. Ia tak sabar. Entah sampai kapan perasaannya
akan tinggal di sana.
Karena meskipun sang pangeran sudah
berpacaran sekian kali, ia tetap berharap. Suatu hari, sang pangeran bisa
menyukainya atau sang gadis bisa membenci pangerannya
Dia menghitung
356 hari
~~~
712 hari
~~~
1000 hari
```
Sepertinya dia memang sulit melupakan.
Sudah lelah ia berjalan, dan kembali
menengok ke sana kemari. Entah kenapa. Semua orang yang ia ajak bersama dan
yang pernah bersamanya, tak pernah seperti pria itu.
Perasaan
yang dulu. Perasaan ketika sang pria mengirim pesan yang hanya berisi kata, “page”
atau “malm” tak pernah muncul lagi.
Perasaan
seperti ingin meloncat dan berlari keliling rumah ketika 4 huruf itu dia
kirimkan tak pernah ada lagi.
Perasaan
menunggu telepon dari pria itu tak pernah ada lagi.
Perasaan
sedih ketika sang pria bersama wanita lain tak pernah ada lagi.
Perasaan
bahagia ketika dia mengirim MMS tak pernah ada lagi
Perasaan
kecewa ketika dia pergi tak pernah ada lagi
Terlalu banyak perasaan yang hilang
hingga akhirnya dia sendiri tak tahu apa yang sebenarnya ingin dia cari. Dia
melihat ke depan, tapi ia tak tahu apa yang harus dia lakukan. Dia melihat ke
belakang, tapi ia tak tahu perasaan mana yang harus ia temukan. Dia bertanya
pada teman, tapi hanya ada kata-kata tanpa bukti. Dia terus menghitung sampai
saat ini. Sudah berapa banyak waktu dan perasaan yang telah pergi. Tapi entah
mengapa ia tak tahu.
~~~
Kini sang gadis yang berusia 12 tahun
sudah menjadi gadis berusia 20 tahun.
Dan dia terus menghitung, menghitung
dan menghitung. Dia takut. Bagaimana kalau ternyata perasaan itu tak pernah
pergi? Sebenarnya dia tak usah bertanya. Karena dia sudah tahu, kalau ia memang
akan sendiri, ditemani sepi dan kenangan yang tak mau pergi.
Komentar
Posting Komentar